Rabu, 27 Februari 2013

Filsafat II


 Awal Mula Filsafat Ateis

  1. Proses Sekulisasi ilmu dimulai ketika Rene Descartes (1650), memformulasikan sebuah prinsip “aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum)”. Dia telah menyatakan bahwa kreteria mencari kebenaran itu dengan akal (satu-satunya). Kemudian berkembang pencarian kebenaran dengan akal dan panca indera dilakukan oleh Thomas Hobbes (1679), Benedict Spinoza (1677), George Berkeley (1753), Francois-Marie-Voltaire (1778), David Hume (1776), dan Imanuek Kant (1804).
  2. Filsafat Imanuel Kant berusaha menjawab keraguan David Hume yang skeptis. Menurutnya, pengetahuan adalah mungkin, tetapi metafisika adalah tidak munkin karena tidak berdasarkan pada pancaindera. Kant menamakan metafisika sebagai “ilusi transendent” (a transecendental illusion). Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisis tidak memiliki nilai epistimologis (metaphysicial assertions ore without epistemological value).
  3. Lalu muncul filsafat dialektika Hegel (1831), yang terpengaruh oleh Kant. Bagi Hegel, pengetahuan adalah ongoing proses. Apa yang diketahui “aku” yang mengetahui terus berkembang.
  4. Murid Hagel, Ludwig Feurbach (1804-1872) dikenal sebagai pelopor paham ateisme dalam sejarah keilmua Barat. Ia menegaskan bahwa kemanusiaan sebagai prinsip filsafat yang paling tinggi.
  5. Lalu, muncul Karl Marx (1883) yang terinspirasi karya Feurbach. Permusuhan marx dengan agama tampak jelas ketika ia menyatakan bahwa agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia tanpa hati, dan merupakan candu rakyat. Selain itu, Marx juga memuji karya Charles Robert Darwin (1882) dalam bidang sains yang menyimpulkan Tuhan tidak berperan dalam penciptaan. Bagi Darwin, asal mula spesis (original of species) bukan berasal dari Tuhan, melainkan dari “adaptasi lingkungan”(bukunya original of species, 1958, hlm 437).
  6. Sejak itu, Ateis berkembang di Barat, Auguste Comte (bapak sosiologi) memandang kepercayaan pada agama merupakan bentuk dari keterbelakangan masyarakat. Dalam pandangan Comte, masyarakat berkembang melalui tiga fase : a.       Fase teologi. b.      Fase metafisik (fase abstrak) c.       Fase saintifik (fase positif)
  7. Dalam fase positif, akal manusia menyadari bahwa tidak mungkin mencapai kebenaran yang mutlak (introduction to positive philosophy).
  8. Kemudian diikuti oleh Emile Durkheim (1917) dan Herbert Spencer. Agama, tegas Spencer, bermula dari mimpi manusia tentang adanya spirit di dunia lain (Jonathan H. Turner, Herbert Spencer: a renewed appreciation,1, hlm 136-138).
  9. Kritik terhadap Tuhan mulai bergema di filsafat ilmu. Thus spoke Zarathustra, Frederich Nietzsche (1844-1900) menulis “God died, now we want the overman to live”. Namun ketika Nietzsche mengkritik agama, ia merujuk lebih khusus kepada agama kristen.
  10. Para filsuf pascamodern seperti Jacques Derrida, Michel Faucoult, Richard Rorty sering menjadikan pemikiran Nietzsche sebagai rujukan.
  11.  Jacques Derrida mendeklarasikan “the author is dead.
  12. Seorang psikolog Sigmund Freud (1939) menegaskan bahwa doktrin agama hanyalah ilusi The future of an illusion).
  13. Menurut Prof. Naquib al-Attas, Barat Modern berprinsip “Tuhan dijadikan manusia, dan manusia dijadikan Tuhan” (God is humanized dan man is deified). Jika manusia tak perlu lagi Tuhan dan merasa dirinya Tuhan, maka tak ada penghalang baginya untuk berbuat kerusakan di muka bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar